man, ocean, and computer..

Solusi Macet MRT + Jalan Layang? Yakin?

Saya tergelitik dan gerah membaca berita kontroversi biaya MRT di Jakarta. Langsung to the point saja, apakah benar solusi macet butuh MRT? Apa betul dibangun jalan layang terus akan mengurangi macet? Saya belum pernah tinggal di Jakarta dalam waktu yang lama, saya berkaca pada Bandung, yang dalam waktu dekat juga akan membangun MRT. Menurut saya, janganlah bangun-bangun MRT dulu, bereskan dulu hal yang lebih kecil, tapi mendasar. Apa itu? Saya berkaca pada Bandung, yang macetnya juga luar biasa, apalagi saat weekend. Setidaknya ada beberapa faktor utama yang saya lihat sebagai penyebab macet di Bandung. Inilah :

TRAFFIC LIGHT. Perempatan atau pertigaan di jalan besar dengan waktu tunggu yang lama jelas membuat macet. Di Bandung, banyak sekali persimpangan seperti ini. Ada di Simpang Dago, BIP, dan Pasteur BTC. Ada yang waktu tunggunya hingga 150 detik, jelas bikin macet apalagi persimpangan besar yang frekuensi kendaraannya sangat tinggi. Solusinya? Opini saya, tak masalah perbanyak jalan searah, untuk mengurangi persimpangan dengan traffic light. Bandung sudah cukup banyak jalan searah, dan saya rasa efektif untuk mengurangi macet. Jakarta mungkin perlu mencoba memperbanyak jalan searah.

PASAR TUMPAH. Salah satu sumber kemacetan lainnya yaitu pasar tumpah. Jalur di jalan berkurang karena ada yang jualan dan parkir disana. Ini dia, entah pagi-pagi atau sore-sore selalu membuat macet, padahal jam-jam itu adalah rush hour. Solusinya? Tertibkan atau bangun pasar yang lebih memadai. Sediakan tempat untuk PKL, dan Satpol PP bertugas mencegah agar tidak ada PKL yang berjualan di pinggir atau bahkan di jalan. Duitnya mending untuk bangun dan renovasi pasar daripada membuat MRT atau membangun jalan layang.Dan saya rasa uang yang dihabiskan lebih sedikit daripada membangun MRT dan jalan layang.

PARKIR. Mobil atau motor yang parkir di jalan sama latennya dengan pasar tumpah. Parahnya, parkir di jalan jama sekarang ini gak hanya di pasar, tapi di sepanjang jalan di depan toko, mall, kafe, supermarket, bahkan sampai masjid, sekolah, dan kampus. Anehnya, tidak ada himbauan, teguran, atau kewajiban membangun tempat parkir bagi tempat-tempat yang tidak mempunyai tempat parkir yang memadai. Di Bandung terutama, kafe dan restoran memang menjadi daya tarik tapi juga membuat kesal bagi yang lewat. Solusinya? harus ada aturan tegas dan menindak bagi pelanggar. Atau apabila perlu, Pemerintah fasilitasi dengan membangun kantung parkir untuk kompleks2 toko, kafe, restoran, dll. Duitnya mending buat bangun ini daripada untuk MRT + jalan layang.

Nah, itu OPINI saya. Hal yang mendasar itu perlu. Merubah mental memang sulit, tapi tidak butuh duit. Membangun MRT + jalan layang tapi hal-hal diatas masih ada, ya sama saja. Saya tahu menangani masalah macet tidak mudah, tapi saya mencoba melihat dari sisi lain. Dari sisi uang yang harus dihabiskan. Solusi diatas seharusnya lebih murah, dan lebih to the point terhadap sebab dari macet itu sendiri.

Filed under: Uncategorized, , , ,

4 Responses

  1. kenin says:

    Traffic light yang lama sepertinya bukan masalah deh sal, soalnya di Jakarta ada traffic light sampai 270 detik, tapi gak menambah kemacetan. mungkin anak sipil transport bisa ngejelasin tuh.

    Kalau menurut gue sih, di Jakarta akan selalu macet selama penduduknya masih suka naik kendaraan pribadi. MRT bisa menyelesaikan macet, asal MRT itu nyaman dan diikuti dengan pengetatan penggunaan kendaraan pribadi di Jakarta. Contoh: pajak kendaraan bermotor dinaikin, tarif parkir dimahalin, pelaksanaan 3 in 1, dll.

    Kalau pembangunan jalan layang sih menurut gue gak bakal menyelesaikan kemacetan. Itu mah cuma memberi angin segar solusi kemacetan sesaat, tidak menyelesaikan inti permasalahan. Di Jakarta sudah banyak underpass atau flyover yang awalnya diprediksi mengurangi kemacetan tapi sekarang sudah kena macet juga.

    Di Bandung kenapa jadi macet terus, soalnya pemkot Bandung cuma mau enaknya doang. Nerima pemasukan dari warga Jakarta yang liburan, tapi gak mau meningkatkan kualitas kotanya :))

  2. mungkin yg 270 detik, traffic nya juga rendah. gak kebayang deh kalo contohnya Simpang Dago traffic light nya 270 detik 😀

    eng, sori maksud gw diatas adalah : membangun MRT baru seperti railbus, subway, monorel, dll. gw prefer intensifikasi dan efisiensi busway yg udah ada sekarang. yaitu apa? tambah koridor hingga semua area Jkt, tambah bus nya, permudah payment-nya. sistem busway udah pas bgt buat Jkt, murah, tapi efektif, asal pengelolanya sius ngurusnya. kalo udah gitu otomatis orang2 mau naek busway.

  3. choromaster says:

    Mr. Choro : Masalah transportasi Jakarta tidak bisa dipecahkan dengan pola pikir sempit dan jangka pendek pak bos, sebab keruwetan itu berpangkal dari dari masalah ketidakadilan pembangunan di negara kita.Pak Bos : “Maksudmu?”

    Mr.Choro : “Ya intinya untuk mengatasi permasalah bangsa ini termasuk dunia transportasi di Jakarta, kita harus berwawasan lebih luas dengan memandang seluruh kondisi geografis negara kita pak bos, seperti doktrin wawasan nusantara itu lho, yang sudah diajarkan kepada kita dahulu saat penataran P4. Para pendahulu kita sudah pinter-pinter sampai menelurkan konsep arah pembangunan. Kita saja yang tak mau melaksanakannya.”

    Pak Bos : “Menurutmu Gubernur Jokowi dan Ahok akan mampu mengatasi kesemrawutan transportasi Jakarta?”

    Mr. Choro : “Saya kok ragu-ragu pak Bos”

    Pak Bos : “Lhadalah, sekarang gayamu mulai kementhus….meragukan kemampuan tokoh sekelas Jokowi-Ahok, Gubernur dan Wakil Gubernur paling demokratis pilihan murni dari rakyat”

    Mr. Choro : “ Wah siapa yang meragukan Jokowi-Ahok pak bos, justru beliau adalah idola saya, beliau adalah sosok pimpinan yang mewakili harapan rakyat selama ini, sederhana, merakyat, transparan dalam birokrasi dan demokrasi, jujur, sosok yang sangat saya kagumi dan semoga menjadi cikal bakal lahirnya pemimpin-pemimpin sejati di masa depan”.

    Pak Bos : “Lha trus kok kamu meragukan kemampuannya?”.

    Mr. Choro : “Begini pak Bos…. Kalau Jokowi – Ahok jadi Presiden ada kemungkinan mereka mampu mengatasi masalah Jakarta. Kondisi yang ada sekarang, dengan kewenangan sekelas seorang Gubernur, Jokowi – Ahok dituntut untuk mengatasi permasalahan yang ditimbulkan oleh mereka yang bukan warga Jakarta saja. Biang masalah di Jakarta itu datangnya dari mana-mana pak bos. Ada yang dari Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, bahkan orang-orang seluruh Indonesia datang ke sana. Artinya seorang Gubernur disuruh mengurusi orang se negara, siapa yang mampu pak Bos…. Pak Bos mau… Jadi kepala keluarga tapi disuruh ngurusi warga satu RT? Mungkin Gubernurnya malaikat kali baru bisa….

    Jika Jokowi – Ahok bisa mengatasi masalah Jakarta, saya yakin itu sifatnya sementara saja, contohnya jika suatu saat kemacetan sudah teratasi, saja jamin tak perlu waktu lama akan macet lagi, yang diakibatkan oleh para pendatang-pendatang baru yang selalu datang setiap saat apalagi waktu pulang mudik lebaran. Memimpin Jakarta era sekarang ibarat menguras sumur di musim hujan pak bos…. menguras energi tapi gak asat-asat (airnya habis)…

    Masalah Jakarta sebagai center of Gravity Indonesia adalah masalah nasional yang harus diatasi oleh tokoh sekelas Presiden pak bos…. caranyapun bukan dengan memberikan solusi terhadap Jakarta setempat, melainkan dengan memandang ke seluruh Geografis Indonesia, sesuai Doktrin Wawasan Nusantara”.

    • saya setuju sekali salah satu pointnya : harusnya banjir dan macet Jakarta bukan tanggung jawab Gubernur saja, tapi juga menteri2 terkait seperti PU, Lingkungan Hidup, Perumahan Rakyat, Menteri Transmigrasi, dll bahkan tanggung jawab Presiden juga

Leave a comment

Category Cloud

Uncategorized